Pemberontakan APRA

Pemberontakan APRA: Upaya Westerling Memecah Indonesia

Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) adalah salah satu upaya separatis untuk menggagalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terjadi pada 23 Januari 1950. Pemberontakan ini dipimpin oleh Raymond Pierre Paul Westerling, seorang mantan perwira KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger) yang sebelumnya dikenal atas kekejamannya dalam Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan (1946-1947).

Melalui pemberontakan ini, Westerling dan pasukannya berusaha untuk mempertahankan Negara Pasundan sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) serta mencegah pembubaran sistem federal yang dibentuk Belanda.

Pemberontakan APRA menjadi salah satu ancaman serius bagi integrasi Indonesia pasca pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Artikel ini akan membahas latar belakang, jalannya pemberontakan, serta dampaknya terhadap stabilitas Indonesia sebagai negara baru yang masih berusaha bersatu.

Latar Belakang Pemberontakan APRA

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Halaman all - Kompas.com

1. Pembentukan Negara Federal oleh Belanda

Setelah kalah dalam perang melawan Republik Indonesia, Belanda terpaksa mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Namun, pengakuan ini dilakukan dengan syarat bahwa Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari:

  • Negara Republik Indonesia (RI)
  • Negara Pasundan
  • Negara Indonesia Timur
  • Negara Sumatra Timur
  • Negara Sumatra Selatan

Pembentukan RIS adalah strategi pengetahuan Belanda untuk tetap mempertahankan pengaruhnya di Indonesia dengan membentuk negara-negara bagian yang lebih lemah dibandingkan Republik Indonesia.

2. Keberadaan Pasukan Eks-KNIL Pemberontakan APRA

  • Ketika RIS mulai melemah, pemerintah pusat ingin membubarkan sistem federal dan kembali ke NKRI.
  • Hal ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan pasukan eks-KNIL, yang selama ini menjadi tulang punggung militer di beberapa negara bagian seperti Negara Pasundan.
  • Raymond Westerling, yang sebelumnya bertugas di Sulawesi Selatan dan terkenal atas tindakan brutalnya, melihat ini sebagai peluang untuk mendirikan pasukan sendiri yang mendukung sistem federal.

3. Ambisi Westerling dan APRA

  • Pada akhir 1949, Westerling membentuk APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) dengan dukungan dari pasukan eks-KNIL dan simpatisan federalisme.
  • Tujuan utama APRA adalah mempertahankan Negara Pasundan dan mencegah Republik Indonesia mengambil alih Jawa Barat.
  • APRA juga menuntut agar pasukan eks-KNIL tetap bisa eksis dalam sistem militer Indonesia tanpa harus bergabung dengan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).

Ketika tuntutan APRA tidak dipenuhi oleh pemerintah, Westerling dan pasukannya memilih untuk melakukan kudeta militer dengan menyerang Bandung pada 23 Januari 1950.

Jalannya Pemberontakan APRA

1. Serangan ke Kota Bandung (23 Januari 1950)

  • Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950, sekitar 800 anggota APRA menyerang Kota Bandung.
  • Mereka menyerang Markas Divisi Siliwangi, yang saat itu merupakan kekuatan utama Republik Indonesia di Jawa Barat.
  • Pasukan APRA melakukan pembunuhan brutal terhadap tentara TNI, terutama yang berasal dari Divisi Siliwangi.
  • Westerling ingin menjadikan Bandung sebagai pusat kekuatan APRA dan mempertahankan Negara Pasundan.

2. APRA Gagal Mendapatkan Dukungan

  • Westerling berharap bahwa pemerintah Negara Pasundan akan memberikan dukungan resmi kepada APRA, tetapi hal ini tidak terjadi.
  • Sebagian besar pemimpin Negara Pasundan memilih untuk tidak terlibat dalam pemberontakan ini, sehingga APRA kehilangan dukungan politik yang penting.
  • TNI dengan cepat merespons serangan ini dengan mengirim pasukan tambahan dari Jakarta dan Yogyakarta.

3. Kekalahan dan Pelarian Westerling Pemberontakan APRA

  • Setelah menghadapi perlawanan sengit dari TNI, APRA mulai mundur dari Bandung.
  • Westerling dan sisa pasukannya melarikan diri ke Jakarta, tetapi mereka tidak mendapatkan perlindungan dari pihak manapun.
  • Pada 24 Januari 1950, Westerling meninggalkan Indonesia dan melarikan diri ke Singapura, kemudian ke Belanda.
  • Sisa-sisa pasukan APRA yang tertinggal di Indonesia ditangkap oleh TNI dan diadili atas pemberontakan mereka.

Mau travel ke mana bulan ini? Cek https://odishanewsinsight.com untuk melihat itinerary juga destinasi wisata terlengkap 2025!

Dampak Pemberontakan APRA

Pemberontakan APRA: Tokoh, Latar Belakang, Tujuan, dan Dampak Halaman all -  Kompas.com

1. Akhir dari Sistem Federal Pemberontakan APRA di Indonesia

  • Pemberontakan APRA mempercepat keputusan pemerintah pusat untuk menghapus sistem federal dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  • Pada 17 Agustus 1950, RIS secara resmi dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.

2. Pembersihan Pasukan Eks-KNIL dalam Militer Indonesia

  • Setelah pemberontakan ini, pemerintah semakin tegas dalam mengintegrasikan eks-KNIL ke dalam APRIS atau memecat mereka dari dinas militer.
  • Banyak eks-KNIL yang akhirnya memilih meninggalkan Indonesia dan beremigrasi ke Belanda.

3. Meningkatnya Stabilitas Politik Indonesia

  • Dengan gagalnya pemberontakan APRA, pemerintah Indonesia semakin berhasil mengendalikan wilayah Jawa Barat yang sebelumnya berada dalam ketidakpastian.
  • Namun, kejadian ini juga memperlihatkan betapa rentannya Indonesia terhadap ancaman dari dalam negeri yang didukung oleh pihak asing.

4. Raymond Westerling Selamat dari Hukuman Pemberontakan APRA

  • Meskipun ia bertanggung jawab atas pemberontakan ini, Westerling tidak pernah diadili atas kejahatannya.
  • Setelah melarikan diri ke Singapura, ia kemudian pindah ke Belanda dan hidup bebas hingga meninggal pada tahun 1987.
  • Pemerintah Indonesia beberapa kali mencoba mendapatkan keadilan atas tindakan Westerling, tetapi Belanda tidak pernah mengekstradisinya.

Kesimpulan

Pemberontakan APRA adalah upaya terakhir dari kelompok pro-Belanda untuk mempertahankan sistem federal di Indonesia. Raymond Westerling dan pasukannya berusaha mempertahankan Negara Pasundan dan menghindari integrasi ke dalam NKRI, tetapi akhirnya gagal karena tidak mendapatkan dukungan luas dan kalah oleh pasukan TNI.

Peristiwa ini mempercepat pembubaran Republik Indonesia Serikat dan kembalinya Indonesia ke sistem negara kesatuan. Kegagalan APRA juga menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia menolak sistem federal dan memilih NKRI sebagai bentuk negara yang lebih kuat dan bersatu.

Meskipun Westerling berhasil lolos dari hukuman, peristiwa ini tetap menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana kolonialisme berusaha mempertahankan pengaruhnya dengan cara memecah belah Indonesia.

Baca juga artikel berikut: Perjanjian Salatiga: Pembagian yang Menguntungkan Belanda

Author

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *