Jakarta, studyinca.ac.id – Ada satu hal yang membuat saya selalu tertarik ketika meliput aktivitas kampus: mahasiswa jurnalistik. Mereka berjalan cepat dengan kamera tergantung di leher, buku catatan kecil di tangan, dan wajah penuh rasa ingin tahu. Ada kesan bahwa mereka sudah siap “turun ke medan” bahkan sebelum benar-benar bekerja di industri media.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa mahasiswa jurnalistik adalah salah satu kelompok mahasiswa yang paling dekat dengan kehidupan nyata. Mereka belajar bukan cuma lewat teori, tapi lewat observasi lapangan, wawancara, riset, hingga pengalaman menghadapi narasumber yang bermacam-macam sifatnya. Dalam banyak liputan saya, para jurnalis senior sering mengatakan bahwa dunia jurnalistik bukan hanya tentang menulis, tetapi tentang memahami manusia. Dan mahasiswa jurnalistik adalah versi awal dari proses panjang itu.
Dalam artikel ini, saya akan mengajak kamu menyusuri perjalanan seorang mahasiswa jurnalistik dari banyak sisi—skill yang harus dikuasai, pengalaman lapangan, contoh nyata, sampai tantangan profesi yang sudah bisa dirasakan sejak kampus. Artikel ini panjang, naratif, dan dikemas seperti laporan khas jurnalis, agar terasa manusiawi, dekat, dan apa adanya.
Siapa Itu Mahasiswa Jurnalistik? Realita Kuliah yang Beda dari Bayangan Awal

Banyak calon mahasiswa yang masuk jurusan jurnalistik dengan bayangan glamor: liputan besar, tampil di TV, atau menjadi wartawan yang viral karena membongkar kasus penting. Namun kenyataannya, dunia kampus jurnalistik jauh lebih kompleks.
Mahasiswa jurnalistik adalah kombinasi antara peneliti kecil, storyteller, pengamat sosial, dan kadang psikolog dadakan. Mereka belajar:
-
menulis berita lurus (straight news)
-
membuat feature human interest
-
mempelajari etika jurnalistik
-
memahami hukum media
-
mengambil foto jurnalistik
-
membuat laporan investigatif
-
membaca data dan infografis
-
mewawancarai narasumber
Saya pernah bertemu seorang mahasiswa jurnalistik di Bandung yang mengatakan bahwa kuliahnya membuat ia sering bertanya-tanya hal kecil yang orang lain anggap sepele. “Kenapa petugas kebersihan bekerja jam tertentu? Kenapa pedagang kaki lima lebih ramai jam lima sore? Itu semua bisa jadi berita,” ujarnya.
Pemahaman kritis semacam itu tumbuh sejak awal semester.
Yang menarik, mahasiswa jurnalistik biasanya tidak bisa diam. Mereka terbiasa memperhatikan detail, membaca ruangan, dan punya rasa ingin tahu yang lebih tinggi dari rata-rata. Tanpa itu, mereka akan kesulitan menulis berita atau memotret momen penting.
Skill Penting yang Harus Dimiliki Mahasiswa Jurnalistik (dan Bagaimana Mengasahnya)
Tidak ada jurnalis hebat yang tumbuh dalam sehari. Begitu pula mahasiswa jurnalistik, mereka harus berproses. Selama meliput kampus, saya banyak melihat pola skill yang harus terus diasah sejak awal.
A. Menulis Berita dengan Cepat dan Akurat
Ini skill utama. Saat deadline datang, mahasiswa jurnalistik harus bisa:
-
menulis dengan struktur piramida terbalik
-
menentukan angle terbaik
-
memverifikasi data
-
menyusun kalimat yang efisien
Anekdot: seorang dosen pernah meminta seluruh mahasiswa menulis berita dari satu konferensi pers yang sama. Hasilnya? Dua puluh angle berbeda. Di situlah seni jurnalistik terlihat—pilihan fokus menentukan kualitas.
B. Wawancara dengan Rasa Hormat
Wawancara bukan tanya-jawab biasa. Mahasiswa jurnalistik belajar membaca bahasa tubuh, memilih pertanyaan, dan membangun suasana nyaman.
Ada mahasiswa di Surabaya yang bercerita kepada saya bahwa wawancara pertamanya gagal total karena ia lupa menyalakan recorder. Kesalahan kecil seperti ini justru penting sebagai pembelajaran.
C. Observasi Lapangan
Mengamati tempat, suasana, bahkan suara sekitar adalah bagian dari skill jurnalistik. Feature yang kuat selalu lahir dari observasi yang cermat.
D. Foto & Video Jurnalistik
Di era digital, mahasiswa jurnalistik harus memahami:
-
framing
-
rule of thirds
-
foto momen (moment capturing)
-
short video storytelling
E. Etika dan Verifikasi
Kecepatan bukan segalanya. Verifikasi adalah napas jurnalistik. Banyak mahasiswa belajar bahwa satu kesalahan data bisa mencederai reputasi media dan narasumber.
F. Public Speaking & Networking
Saat liputan, mereka harus berinteraksi dengan banyak orang: pejabat, aktivis, korban bencana, polisi, hingga pedagang kecil. Networking sangat penting.
Dunia Liputan Lapangan: Pengalaman Pertama Mahasiswa Jurnalistik yang Tak Terlupakan
Dalam banyak reportase kampus yang saya lakukan, pengalaman lapangan selalu menjadi cerita paling seru dari mahasiswa jurnalistik. Ada yang deg-degan, ada yang salah masuk ruangan, ada yang justru menemukan passion-nya.
1. Meliput Demo Kampus
Banyak mahasiswa jurnalistik pertama kali merasakan dinamika liputan saat ada aksi unjuk rasa. Seorang mahasiswa di Jakarta berkata bahwa ia baru sadar betapa pentingnya menjaga jarak dari pagar kawat duri. “Di TV kelihatannya biasa aja. Pas di lapangan? Deg-degan!” katanya.
2. Wawancara Narasumber yang Galak
Ada cerita lucu dari mahasiswa di Medan yang ingin mewawancarai pejabat kampus. Karena salah waktu, ia ditegur dengan nada tinggi. Ia menangis setelah liputan, tapi besoknya kembali mencoba. “Itu hari terberat tapi justru paling membentuk mental,” tuturnya.
3. Tersesat Saat Mencari Lokasi
Banyak mahasiswa lupa bahwa liputan butuh perencanaan. Ada yang tersesat setengah jam padahal tinggal belok sekali dari halte.
4. Bertemu Narasumber Inspiratif
Ada mahasiswa yang bertemu pengrajin batik di kampung kota Jakarta dan akhirnya membuat liputan 2.000 kata karena cerita narasumber begitu menyentuh.
Liputan lapangan memberi pelajaran tentang dunia nyata yang tidak bisa didapat dari ruang kelas.
Tantangan Mahasiswa Jurnalistik: Antara Idealitas dan Realita Industri Media
Bidang jurnalistik itu indah, tetapi keras. Dan mahasiswa harus mengenal realitanya sejak awal.
A. Tekanan Deadline
Mahasiswa terbiasa mendapat tugas menulis berita dalam waktu cepat. Beberapa mengaku stres, tapi justru itu latihan berharga.
B. Persaingan Media Digital
Kini semua orang bisa membuat konten: blogger, influencer, hingga AI. Tantangan mahasiswa jurnalistik adalah membuktikan bahwa karya mereka tetap unggul karena mengutamakan proses jurnalistik.
C. Durasi Kerja Tak Menentu
Jurnalis bisa dipanggil liputan kapan saja. Mahasiswa yang magang biasanya mulai merasakan chaos-nya.
D. Risiko Lapangan
Meliput di daerah rawan, bencana, atau demo membuat mereka harus paham keselamatan diri.
E. Kecemasan Masa Depan
Industri media memang kompetitif. Tetapi mahasiswa yang terus mengasah skill biasanya lebih siap menghadapi persaingan.
Cara Mahasiswa Jurnalistik Membangun Portofolio Sejak Dini
Seorang editor senior pernah berkata kepada saya: “Anak jurnalistik tanpa portofolio ibarat jurnalis tanpa pena.”
Portofolio sangat penting.
1. Aktif di Pers Kampus
Di sinilah mahasiswa belajar menulis, memotret, dan memproduksi konten.
2. Magang di Media Nasional / Lokal
Pengalaman magang membuka banyak pintu.
3. Menulis di Blog Pribadi
Semua karya bisa tersimpan rapi dan mudah dibaca calon editor.
4. Meliput Event Kampus
Setiap acara bisa menjadi bahan tulisan.
5. Menjadi Kontributor Lepas
Banyak media menerima tulisan freelance, terutama untuk rubrik opini atau feature human interest.
Masa Depan Mahasiswa Jurnalistik: Peluang Karier yang Lebih Luas dari Sekadar Wartawan
Banyak mahasiswa jurnalistik awalnya mengira kariernya hanya sebagai wartawan. Padahal tidak. Lulusan jurnalistik bisa berkarier sebagai:
-
penulis naskah dokumenter
-
jurnalis investigatif
-
reporter TV
-
content writer
-
penulis feature perjalanan
-
analis data media
-
PR dan komunikasi
-
produser podcast
-
editor berita
Seorang alumnus jurnalistik di Yogyakarta bahkan bekerja sebagai storyteller di startup edukasi, memadukan skill menulis dan wawancara.
Kesimpulan: Menjadi Mahasiswa Jurnalistik Berarti Siap Menjadi Penutur Cerita Dunia
Jika ada satu hal yang saya pelajari dari mahasiswa jurnalistik, itu adalah bahwa mereka selalu berproses. Mereka bukan hanya belajar menulis, tetapi belajar memahami manusia, membaca situasi, dan mendalami realita sosial.
Mahasiswa jurnalistik adalah calon penutur cerita yang kelak membawa suara masyarakat ke publik. Mereka mencatat sejarah sehari-hari, mengangkat isu kecil menjadi fakta besar, dan menghadirkan kebenaran meski kadang terasa berat.
Menjadi mahasiswa jurnalistik berarti memilih jalan yang penuh dinamika—capek iya, tapi penuh makna.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan
Baca Juga Artikel Dari: Analisis Kebijakan: Bekal Penting Mahasiswa untuk Memahami, Mengkritisi, dan Membentuk Arah Pembangunan Bangsa

