Jakarta, studyinca.ac.id – Satu waktu saya pernah menyaksikan seorang siswa SMP di Yogyakarta yang tampak “tidak bisa diam” saat pelajaran berlangsung. Sambil duduk, ia menggoyang-goyangkan kaki. Saat disuruh baca buku, dia justru mencorat-coret di ujung kertas. Sekilas, orang akan menilai: “anak ini susah fokus.”
Tapi ketika sesi praktik dimulai—membangun rangkaian listrik sederhana—anak itu justru jadi yang paling sigap. Tangannya cekatan, dia paham konsep tanpa harus dijelaskan panjang lebar. Hasilnya? Rangkaiannya satu-satunya yang berhasil nyala lampu. Namanya Fahmi. Dan saat itu, saya sadar: Fahmi adalah contoh nyata dari gaya belajar kinestetik.
Sebagai pembawa berita sekaligus pengamat dunia pendidikan, saya makin sering melihat bagaimana sistem belajar konvensional belum terlalu memfasilitasi gaya belajar ini. Padahal, belajar kinestetik bukan gaya “aneh” atau “nakal”, tapi cara alami anak memahami dunia lewat gerakan dan pengalaman langsung.
Dalam artikel ini, kita akan bedah habis: apa itu belajar kinestetik, bagaimana cara mengenalinya, tips praktis menerapkannya, hingga cerita sukses dari pelajar yang menjadikan kinestetik sebagai kekuatan. Mari kita mulai dari dasarnya.
Apa Itu Belajar Kinestetik? Lebih dari Sekadar “Suka Gerak”
Belajar kinestetik adalah salah satu dari tiga gaya belajar utama yang dikenalkan lewat model VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic). Dalam pendekatan ini, seseorang paling efektif menyerap informasi melalui gerakan tubuh, aktivitas fisik, praktik langsung, dan pengalaman nyata.
Orang-orang dengan preferensi belajar kinestetik cenderung:
-
Lebih paham saat praktik dibanding hanya membaca teori.
-
Suka membuat catatan, mencorat-coret, atau menyentuh benda saat belajar.
-
Cenderung bergerak, gelisah, atau sulit fokus jika harus duduk diam terlalu lama.
-
Belajar cepat lewat eksperimen, permainan peran, atau simulasi.
Tapi satu hal yang sering salah kaprah: belajar kinestetik bukan berarti “tidak bisa diam.” Mereka hanya butuh media yang sesuai untuk mengalirkan energi belajarnya.
Seorang guru Biologi SMA pernah bilang ke saya, “Ada murid yang kalau disuruh hafal tabel klasifikasi makhluk hidup, bosen banget. Tapi pas praktik potong batang pisang atau autopsi katak, dia hafal semua bagian tubuh. Itu kinestetik murni.”
Tanda-Tanda Kamu (Atau Anakmu) Punya Gaya Belajar Kinestetik
Setiap orang punya kombinasi gaya belajar, tapi biasanya ada satu yang dominan. Nah, kalau kamu atau anakmu menunjukkan beberapa ciri ini, besar kemungkinan kinestetik adalah gaya utamanya:
A. Saat Belajar, Lebih Suka:
-
Menggambar atau membuat mind map daripada hanya membaca.
-
Bergerak sambil berpikir (misal jalan-jalan saat brainstorming).
-
Praktik langsung dibanding menonton video tutorial.
B. Di Kelas:
-
Sering mencoret kertas atau meja sambil mendengarkan guru.
-
Sulit duduk diam dalam waktu lama tanpa gelisah.
-
Lebih aktif saat tugas praktik atau kerja kelompok.
C. Dalam Keseharian:
-
Senang olahraga, menari, memasak, atau kegiatan fisik lain.
-
Cepat menangkap arah atau gerakan tangan.
-
Mengingat lokasi atau rute dengan mudah daripada instruksi verbal.
Banyak siswa kinestetik yang sering dikira “tidak fokus” karena tidak betah duduk. Tapi jika diberi ruang untuk berekspresi lewat tangan atau tubuhnya, mereka bisa menunjukkan potensi luar biasa.
Teknik dan Tips Belajar untuk Gaya Kinestetik
Kalau kamu (atau muridmu) termasuk kinestetik, berikut ini adalah cara belajar yang lebih efektif dan menyenangkan. Semua ini sudah terbukti dari praktik guru, psikolog pendidikan, dan pengalaman nyata siswa di lapangan.
A. Belajar Lewat Simulasi atau Role Play
Contoh: Saat belajar sejarah, aktingkan peran tokoh dalam peristiwa penting. Saat belajar sains, buat eksperimen mini di rumah.
B. Gunakan Alat Peraga dan Objek Nyata
Misal saat belajar matematika, gunakan benda-benda fisik seperti koin, biji, atau LEGO untuk memahami konsep angka.
C. Bikin Flash Card Interaktif
Tulis soal di satu sisi, jawaban di sisi lain. Tapi jangan hanya dibaca—kocok, urutkan, atau lempar secara acak. Gerakan fisik akan bantu otak memproses lebih baik.
D. Belajar Sambil Bergerak
Coba teknik “walk and talk”—belajar sambil berjalan di rumah atau halaman. Atau gunakan bola kecil saat menghafal: setiap kali bisa jawab, lempar bolanya.
E. Terapkan Teknik “Tulis Ulang”
Menyalin catatan dengan tangan, menggambar skema, atau bikin mind map sendiri. Aktivitas motorik ini bantu memperkuat memori.
F. Bagi Waktu Jadi Sesi Pendek
Karena kinestetik cenderung cepat bosan, belajar selama 25 menit lalu istirahat 5–10 menit sangat efektif (mirip teknik Pomodoro).
Cerita Inspiratif: Dari Siswa Kinestetik Jadi Penemu Muda
Kenalin: Dito, siswa SMK dari Bandung yang suka banget bongkar pasang elektronik. Nilainya pas-pasan di pelajaran teori. Tapi saat lomba cipta inovasi teknik, dia bikin alat pengatur suhu ruang kelas otomatis pakai sensor murah.
“Gue gak ngerti rumus fisikanya waktu dijelasin di papan. Tapi pas nyobain langsung, baru nyambung,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Sekarang, Dito kuliah di jurusan Teknik Otomasi dan sudah punya paten untuk proyek sensor lingkungan. Dia sering diminta sharing soal belajar kinestetik ke siswa SMP dan SMK lain.
Apa pelajarannya? Gaya belajar aktif seperti kinestetik bukan kekurangan. Tapi kekuatan—kalau diarahkan dengan benar.
Peran Guru dan Orang Tua: Memberi Ruang, Bukan Menekan
Salah satu tantangan terbesar bagi siswa kinestetik adalah lingkungan yang belum ramah terhadap gaya belajarnya. Sekolah masih sangat fokus pada tes tulis, hafalan, dan nilai rapor.
Tapi sekarang sudah banyak sekolah dan guru progresif yang mulai beradaptasi. Mereka memberi lebih banyak tugas praktik, portofolio, hingga sistem penilaian proyek.
Untuk Guru:
-
Buat sesi praktik di setiap materi, sekecil apa pun.
-
Gunakan gamifikasi: kuis interaktif, bingo edukatif, atau lomba mini.
-
Sediakan alat bantu visual-fisik seperti balok angka, puzzle, atau kartu konsep.
Untuk Orang Tua:
-
Beri ruang anak bergerak saat belajar di rumah.
-
Jangan langsung marahi saat anak mencoret meja atau bergerak saat menghafal.
-
Ajak anak bantu masak, merakit, atau berkebun sambil belajar sains.
Satu hal penting: jangan paksa semua anak belajar dengan cara yang sama. Setiap anak unik. Dan gaya belajar kinestetik bukan kekacauan—tapi hanya butuh saluran yang pas.
Penutup: Belajar Kinestetik Itu Sah, dan Justru Sangat Kuat
Gaya belajar bukan soal bagus atau jelek. Tapi soal cocok atau tidak. Dan untuk banyak orang, belajar kinestetik adalah pintu utama untuk benar-benar paham dunia.
Lewat artikel ini, kita belajar bahwa kinestetik bukan berarti “tak fokus,” melainkan gaya alami untuk memahami dan mengekspresikan informasi lewat gerak, aksi, dan praktik.
Jadi, kalau kamu termasuk orang yang gak bisa diem saat belajar, suka praktik langsung, dan lebih paham saat tanganmu ikut bergerak—selamat. Kamu bukan aneh. Kamu hanya belajar dengan cara yang paling cocok untukmu.
Dan kalau kamu guru, orang tua, atau calon pendidik—berilah ruang. Karena mungkin, generasi penemu masa depan bukan datang dari mereka yang duduk rapi sambil hafalan… tapi dari mereka yang belajar sambil merakit, berlari, dan mencoba.
Baca Juga Artikel dari: Tinjauan Literatur: Kupas Tuntas Fondasi Penelitian Berkualitas
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan