Saya masih bisa merasakan aroma kayu bakar di dapur, ketika malam turun pelan-pelan dan hanya ada satu lampu minyak menyala di sudut ruangan. Nenek saya duduk di kursi rotan, tangan kanannya mengelus rambut saya, sementara tangan kirinya memegang kipas bambu. Itulah momen paling ajaib dalam masa kecil saya—waktu nenek mulai bercerita dongeng.
Dongeng rakyat. Cerita yang entah dari mana datangnya, tapi selalu membuat saya terpukau. Tentang seekor kancil cerdik, seorang putri cantik bernama Bawang Putih, atau raksasa dari negeri awan. Ceritanya selalu berganti, tapi rasa hangatnya selalu sama. Dongeng bukan hanya hiburan, tapi jendela menuju nilai, tradisi, dan imajinasi yang begitu luas.
Dan sampai sekarang, saya yakin—dongeng rakyat adalah warisan paling hidup yang dimiliki Nusantara.
Apa Itu Dongeng Rakyat?
Dongeng rakyat (folklore) adalah cerita yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Umumnya, cerita ini tidak diketahui siapa pengarang aslinya, karena berkembang dari kebiasaan bertutur di masyarakat.
Biasanya dongeng rakyat mengandung:
-
Tokoh simbolik seperti raja, rakyat miskin, hewan yang bisa bicara
-
Latar tempat mistis atau khas lokal (gunung, danau, hutan)
-
Amanat atau pesan moral yang kuat
-
Elemen supranatural seperti kutukan, makhluk gaib, atau keajaiban
Cerita pengetahuan ini menyebar dari mulut ke mulut. Kadang berubah sedikit tergantung daerah, tapi esensinya tetap. Ini yang membuat dongeng rakyat begitu kaya dan beragam.
Mengapa Dongeng Masih Melekat di Hati?
Bagi saya pribadi, dongeng rakyat bukan hanya cerita masa kecil. Dia seperti kompas moral yang menuntun saya tumbuh. Dari cerita-cerita itulah saya belajar nilai kejujuran, keberanian, ketekunan, dan kadang—kenyataan pahit dari pengkhianatan.
Dongeng itu sederhana, tapi justru karena itu mudah diingat. Anak-anak bisa paham walau belum bisa baca. Bahkan orang dewasa pun sering merenung ketika mengingatnya kembali.
Dan yang paling penting, dongeng rakyat itu melekat di budaya kita. Dia hadir di lagu, film, bahkan brand lokal. Coba deh lihat, berapa banyak produk yang pakai nama dari dongeng rakyat? Mulai dari “Sangkuriang”, “Timun Mas”, “Malin Kundang”, sampai “Nyi Roro Kidul”.
Jenis Dongeng Rakyat di Nusantara
Ternyata, setelah saya telusuri lebih dalam, dongeng rakyat kita bisa dibagi jadi beberapa jenis:
1. Fabel
Cerita yang tokohnya hewan, tapi berperilaku seperti manusia. Biasanya penuh humor dan sindiran sosial. Contoh:
-
Kancil dan Buaya
-
Kera dan Ayam
-
Burung Bangau dan Serigala
Saya ingat betapa lucunya saat kancil bisa menipu harimau atau buaya. Tapi di balik itu, ada pesan cerdas: gunakan akal, bukan otot.
2. Legenda
Cerita yang dipercaya benar terjadi di masa lalu, walaupun mengandung unsur magis. Misalnya:
-
Danau Toba
-
Tangkuban Perahu
-
Asal Mula Telaga Warna
Legenda selalu melekat dengan tempat nyata. Saya pernah ke Danau Toba, dan waktu dengar ceritanya langsung dari penduduk setempat, saya jadi merinding. Seolah tanah itu masih menyimpan ingatan akan cerita tersebut.
3. Mite
Cerita yang lebih religius atau sakral, melibatkan dewa, makhluk halus, atau roh nenek moyang. Misalnya:
-
Nyi Roro Kidul
-
Barong dan Rangda
-
Dewi Sri
Cerita-cerita ini biasanya berhubungan dengan kepercayaan dan ritual adat.
4. Sage
Mirip legenda, tapi biasanya lebih bernuansa sejarah. Contohnya:
-
Cerita Joko Tingkir
-
Damarwulan
-
Prabu Siliwangi
Sage lebih sering muncul dalam bentuk kidung atau tembang di Jawa dan Bali.
Dongeng Rakyat di Era Digital
Saya pernah takut, dongeng rakyat akan hilang. Tapi sekarang justru saya melihat angin segar. Banyak kreator muda yang membangkitkan cerita-cerita lama lewat medium baru:
-
Youtube storytelling animasi
-
Podcast horor atau budaya
-
Film dokumenter pendek
Saya pernah menemukan channel YouTube yang menceritakan ulang kisah Timun Mas dengan animasi yang keren banget. Dan view-nya ratusan ribu. Artinya, masih banyak yang peduli. Masih banyak yang rindu akan cerita-cerita yang dulu membuat kita bertanya, “Beneran nggak sih batu bisa ngomong?”
Nilai Moral dalam Dongeng
Coba ingat kembali cerita-cerita yang dulu kita dengar. Di setiap dongeng pasti ada pelajaran:
-
Timun Mas mengajarkan keberanian dan kecerdikan.
-
Malin Kundang mengajarkan pentingnya menghormati orang tua.
-
Bawang Merah & Bawang Putih mengajarkan bahwa kebaikan akan mendapat balasan.
Nilai-nilai ini membentuk karakter. Saya pribadi jadi lebih reflektif karena cerita-cerita itu. Bahkan saat saya hampir menyerah dalam pekerjaan atau hubungan, saya teringat pada tokoh-tokoh dongeng yang tidak menyerah, bahkan saat mereka hanya anak desa atau binatang kecil.
Mewarnai Identitas Budaya Lokal
Setiap daerah di Indonesia punya dongengnya sendiri. Bahkan desa kecil di pelosok bisa punya cerita unik tentang asal-usul batu, pohon, atau sungai.
Saya pernah ke Banyuwangi dan mendengar cerita rakyat tentang Sri Tanjung. Kisah tragis cinta dan kesetiaan yang membuat air sungai jadi harum. Itu bukan cuma cerita, tapi bagian dari identitas tempat tersebut.
Dongeng jadi perekat komunitas. Ia memberi rasa bangga terhadap asal-usul, dan menjadi alat untuk menanamkan nilai budaya dari generasi ke generasi.
Membaca Ulang Dongeng dengan Perspektif Baru
Dulu saya hanya menikmati dongeng sebagai hiburan. Tapi sekarang, saya mulai membaca ulang dongeng dengan kacamata orang dewasa.
Saya menyadari bahwa banyak dongeng menyimpan pesan soal ketimpangan sosial, kekuasaan, bahkan konflik kelas. Malin Kundang bukan hanya soal durhaka, tapi juga soal mobilitas sosial dan ekspektasi keluarga. Cerita Bawang Putih juga bicara soal relasi perempuan dan patriarki.
Saya jadi semakin kagum. Betapa hebatnya pendongeng masa lalu yang bisa menyampaikan begitu banyak hal dalam cerita sesederhana itu.
Menghidupkan Dongeng di Rumah
Sekarang saya sudah punya keponakan yang suka nonton YouTube seharian. Saya khawatir kalau dia tumbuh tanpa mengenal dongeng rakyat. Maka saya mulai cerita ulang kisah-kisah lama sebelum tidur. Kadang dia protes, “Ini mana animasinya?” Tapi lama-lama, dia suka juga.
Kami bahkan pernah bikin pertunjukan kecil-kecilan di rumah. Dia jadi kancil, saya jadi harimau. Lucu banget.
Itu membuat saya yakin: dongeng harus tetap hidup di rumah. Lewat cerita dari mulut ke mulut. Lewat waktu yang dihabiskan bersama, bukan hanya lewat layar.
Upaya Pelestarian Dongeng Rakyat
Beberapa komunitas, sekolah, dan lembaga budaya sudah mulai serius mengarsipkan dan menghidupkan kembali dongeng rakyat. Misalnya:
-
Komunitas dongeng anak
-
Festival cerita rakyat
-
Proyek digitalisasi cerita daerah
-
Pengajaran bahasa daerah lewat dongeng
Saya pernah datang ke festival dongeng di Yogyakarta. Anak-anak duduk melingkar, pendongeng memakai kostum, musik pengiring live. Rasanya seperti masuk dunia lain. Saya melihat mata anak-anak yang berbinar—dan saya tahu, warisan ini belum mati.
Kalau suka yang ada visualnya cek juga: Komik Strip Harian: Hiburan Visual Ringan Setiap Hari