Para pemimpin Asia dan Afrika berbicara di podium dalam Konferensi Kolombo 1954, di tengah deretan bendera negara peserta.

Keputusan Konferensi Kolombo 1954: Awal Solidaritas Asia-Afrika

Saya pernah bertanya ke guru sejarah saya waktu SMA, “Kenapa negara-negara Asia dan Afrika bisa bersatu waktu itu?” Jawabannya membuat saya makin penasaran: semuanya bermula dari sebuah pertemuan kecil tapi sangat berpengaruh — Konferensi Kolombo 1954.

Konferensi Kolombo bukanlah ajang akbar seperti Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang mendunia pada 1955, tapi justru di sinilah fondasinya diletakkan. Dunia waktu itu masih terjebak dalam ketegangan Perang Dingin. Negara-negara baru merdeka di Asia sedang mencari jalannya sendiri — tidak ingin tunduk pada blok Barat maupun Timur.

Indonesia, India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar), dan Ceylon (sekarang Sri Lanka) merasa penting membentuk semacam solidaritas. Mereka baru saja bebas dari penjajahan, dan mereka tidak mau sejarah yang sama terulang di negara-negara lain, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara.

Itulah mengapa pertemuan di Kolombo sangat penting. Dari situ lahir semangat yang kemudian meledak besar dalam bentuk KAA Bandung setahun setelahnya.

Keterangan-Keterangan Penting tentang Konferensi Ko lombo

Para delegasi negara Asia-Afrika duduk dalam konferensi tingkat tinggi untuk membahas kerja sama regional dalam Konferensi Kolombo 1954.

Konferensi Kolombo diadakan pada 28 April hingga 2 Mei 1954 di ibu kota Ceylon (sekarang Sri Lanka). Lokasi ini dipilih karena peran aktif Ceylon dalam memfasilitasi kerjasama regional dan karena posisinya yang netral di tengah konflik global.

Negara peserta Konferensi Kolombo adalah:

  • Indonesia

  • India

  • Pakistan

  • Burma

  • Ceylon

Lima negara ini dikenal sebagai The Colombo Powers. Mereka semua dipimpin oleh tokoh-tokoh besar pada masanya, seperti Ali Sastroamidjojo dari Indonesia, Jawaharlal Nehru dari India, dan Mohammad Ali Bogra dari Pakistan.

Bisa kamu bayangkan, lima negara muda dengan latar belakang budaya, agama, dan sejarah yang berbeda, duduk satu meja dengan satu tujuan: mencari solusi damai atas berbagai masalah regional dan internasional yang menyangkut dunia berkembang.

Saya sendiri membayangkan ini bukan pertemuan yang mudah. Tapi mereka punya satu modal besar: pengalaman pahit dijajah, dan semangat untuk membangun dunia baru yang lebih adil.

Konferensi untuk Membahas Masalah yang Melanda Negara-Negara Asia

Konferensi ini bukan sekadar basa-basi diplomatik. Para pemimpin negara datang dengan agenda serius. Mereka membahas berbagai persoalan yang mengganggu stabilitas Asia, seperti:

  • Konflik Korea

  • Ketegangan di Indochina (Vietnam, Laos, Kamboja)

  • Masalah kolonialisme yang masih kuat di Afrika dan sebagian Asia

  • Ketidakseimbangan kekuasaan antara negara-negara besar dan negara berkembang

Saya suka dengan cara mereka melihat persoalan. Nggak sekadar mengecam atau membentuk blok baru, tapi benar-benar mencoba membangun pendekatan damai, diplomatik, dan bermartabat.

Salah satu contoh konkretnya adalah sikap mereka terhadap Perang Indochina. Mereka menyerukan solusi damai dan penghentian perang, bahkan mendorong dialog internasional untuk menyelesaikan konflik itu. Buat saya, ini bukti bahwa negara-negara kecil pun bisa jadi motor perdamaian — asal punya kemauan dan soliditas.

Mengapa Diadakan Konferensi Kolombo Sebelum Konferensi Asia-Afrika (KAA)

Pertanyaan ini sering muncul juga: kenapa mesti ada Kolombo dulu sebelum Bandung?

Jawabannya cukup sederhana tapi strategis. Konferensi Kolombo adalah pertemuan awal untuk mematangkan ide dan gagasan sebelum mengundang negara-negara lain dalam skala yang lebih besar. Dalam istilah pengetahuan modern, ini semacam preparatory meeting.

Konferensi ini menjadi tempat uji coba: apakah negara-negara Asia bisa bekerja sama? Apakah mereka punya visi yang sejalan? Apakah mereka bisa duduk satu meja tanpa intervensi asing?

Ternyata bisa. Dan justru karena keberhasilan Konferensi Kolombo itulah, para pemimpin sepakat untuk melangkah ke tahap selanjutnya: mengundang negara-negara Afrika dan Asia lainnya dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 di Bandung.

Tanpa Konferensi Kolombo, mungkin KAA tidak akan pernah ada. Saya melihatnya sebagai tahapan wajar — dari lingkar kecil yang solid, ke lingkar lebih besar yang inklusif.

Delegasi negara-negara Asia berkumpul dalam Konferensi Kolombo 1954 untuk membahas solidaritas dan kerja sama kawasan pascakolonial.

Maksud Diundangnya Lima Negara Peserta Konferensi ke Bogor

Setelah Konferensi Kolombo, para pemimpin negara kembali bertemu di Bogor pada bulan Desember 1954. Kali ini, tujuannya lebih spesifik: merancang kerangka kerja untuk Konferensi Asia-Afrika yang rencananya akan digelar di Bandung tahun berikutnya.

Pertemuan di Bogor penting banget, karena:

  • Menentukan siapa saja negara yang akan diundang ke KAA

  • Menyusun agenda utama: perdamaian, solidaritas, antikolonialisme, dan kerjasama ekonomi

  • Menyepakati format konferensi agar semua negara setara dalam forum

Saya suka cara mereka menjaga suasana rapat tetap bersahabat dan egaliter. Mereka tahu bahwa keberhasilan KAA nanti sangat tergantung pada persiapan yang matang — baik logistik, substansi, maupun diplomasi.

Undangan ke Bogor juga jadi bukti bahwa lima negara Kolombo memang jadi inisiator utama gerakan solidaritas Asia-Afrika. Mereka bukan cuma peserta, tapi pemimpin dari proses bersejarah itu.

Salah Satu Keputusan yang Berhasil Dicapai dalam Konferensi Kolombo

Kalau kamu tanya satu keputusan paling penting dari Konferensi Kolombo, menurut saya adalah kesepakatan untuk menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun berikutnya. Tapi bukan itu saja.

Konferensi ini juga menghasilkan komitmen bersama untuk:

  • Mendorong penyelesaian damai atas konflik regional

  • Menolak segala bentuk kolonialisme dan penjajahan

  • Menjalin kerjasama ekonomi dan kebudayaan antarnegera berkembang

  • Menjaga netralitas di tengah konflik blok Barat dan Timur

Saya melihat ini bukan hanya keputusan diplomatik, tapi sikap ideologis. Mereka ingin menciptakan blok ketiga — bukan ikut Amerika, bukan ikut Uni Soviet — tapi berdiri di jalur independen yang bermartabat.

Dan kalau kamu ingat, prinsip-prinsip ini nanti dirumuskan secara lebih formal dalam Dasasila Bandung. Tapi akarnya sudah muncul sejak Kolombo.

Game baru, tips, sampai rekomendasi jenis game baru? Cek langsung ke https://teckknow.com untuk tahu update game terlengkap 2025!

Peran Konferensi Kolombo dalam Merintis KAA 1955

Banyak orang lebih mengenal KAA 1955, karena memang skalanya lebih besar dan bersejarah. Tapi sejujurnya, Konferensi Kolombo adalah nadi awalnya.

Tanpa keberhasilan membangun kepercayaan di Kolombo, mungkin negara-negara lain akan ragu datang ke Bandung. Tapi karena lima negara Kolombo bisa menunjukkan bahwa kerjasama antar negara Asia itu mungkin dan efektif, kepercayaan pun tumbuh.

Buat saya pribadi, Kolombo itu seperti fondasi rumah. Nggak kelihatan dari luar, tapi sangat menentukan apakah rumah itu akan kokoh atau tidak. Bandung mungkin menjadi panggung besarnya, tapi Kolombo adalah tempat lahirnya semangat.

Kesimpulan: Warisan Diplomatik dari Kolombo ke Bandung

Melihat kembali ke tahun 1954, saya merasa bangga sekaligus terinspirasi. Negara-negara yang baru merdeka, dengan segala keterbatasan ekonomi dan politiknya, berani bermimpi dan bergerak bersama.

Konferensi Kolombo memang bukan headline di buku pelajaran, tapi sejarah mencatatnya sebagai batu loncatan penting menuju gerakan Non-Blok, solidaritas Selatan-Selatan, dan diplomasi antikolonial.

Saya yakin, semangat itu masih relevan hari ini. Di tengah dunia yang kembali terpecah, solidaritas antarnegara kecil dan berkembang tetap dibutuhkan. Dan kisah dari Kolombo 1954 bisa jadi pengingat: bahwa perubahan besar selalu dimulai dari pertemuan kecil, dari tekad yang sederhana tapi tulus.

Demo berakhir naas atas pemerintahan yang tidak diinginkan: Peristiwa Kudatuli 1996: Krisis dalam Partai Demokrasi Indonesia

Author

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *