Perjanjian Roem-Royen adalah kesepakatan penting yang membuka jalan menuju pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Den Haag, perjanjian ini merupakan hasil diplomasi intensif antara delegasi Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II.
Perjanjian ini dinamai dari dua tokoh utama yang memimpin delegasi: Mohammad Roem dari Indonesia dan Dr. J.H. van Royen dari Belanda. Meski bukan perjanjian final tentang kemerdekaan, Roem-Royen menjadi langkah awal menuju Konferensi Meja Bundar (KMB), di mana kedaulatan Indonesia akhirnya diakui secara resmi.
Artikel ini membahas latar belakang perjanjian, proses perundingan, isi kesepakatan, serta pengaruhnya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Latar Belakang Perjanjian Roem-Royen
Agresi Militer Belanda II
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan menyerang Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia saat itu. Para pemimpin Indonesia, termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Belanda menyatakan bahwa Republik Indonesia telah tidak ada lagi.
Namun, perlawanan rakyat Indonesia tidak berhenti. Gerilya terus berlanjut di bawah komando Jenderal Soedirman. Selain itu, kecaman internasional terhadap Belanda sangat besar, terutama dari Amerika Serikat dan negara-negara anggota PBB.
Tekanan Internasional
Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda untuk menghentikan aksi militer dan mengembalikan Republik Indonesia. Amerika Serikat, yang menjadi sekutu penting Belanda dalam Perang Dunia II, mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika Belanda tidak menyelesaikan konflik secara damai.
Sebagai respons, Belanda dan Indonesia setuju untuk kembali ke meja perundingan, yang kemudian menghasilkan Perjanjian Roem-Royen.
Proses Perundingan
Perundingan dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada 14 April hingga 7 Mei 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Royen. Perundingan ini juga dimediasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) yang kemudian menjadi United Nations Commission for Indonesia (UNCI).
Meski diawali dengan ketegangan dan saling tuding, kedua pihak akhirnya menemukan titik temu berkat tekanan internasional dan keinginan untuk menyelesaikan konflik secara damai.
Isi Kesepakatan Perjanjian Roem-Royen
Pihak Republik Indonesia menyetujui untuk:
-
Menghentikan semua bentuk gerilya dan aksi militer terhadap Belanda.
-
Berpartisipasi dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) untuk penyelesaian akhir.
-
Mengembalikan tahanan Belanda dan menjamin keamanan warga sipil serta militer Belanda yang masih berada di Indonesia.
Pihak Belanda menyetujui untuk:
-
Menghentikan operasi pengetahuan militer dan membebaskan para pemimpin Republik Indonesia yang ditahan.
-
Mengembalikan pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
-
Menjamin tidak akan mendirikan pemerintahan tandingan di wilayah Republik Indonesia.
UNCI sebagai Mediator Perjanjian Roem-Royen
UNCI ditugaskan untuk:
-
Mengawasi pelaksanaan perjanjian.
-
Memfasilitasi pelaksanaan KMB.
-
Memastikan keamanan dan ketertiban di wilayah konflik.
Pelaksanaan dan Tindak Lanjut Perjanjian Roem-Royen
Kembalinya Pemerintahan Republik ke Yogyakarta
Sebagai hasil langsung perjanjian, pada 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta. Pemerintahan Republik Indonesia pun resmi dijalankan kembali dari ibu kota tersebut, yang menjadi simbol penting bahwa Indonesia belum kalah.
Menuju Konferensi Meja Bundar
Dengan dipulihkannya pemerintahan Republik dan dihentikannya permusuhan, jalan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) terbuka lebar. KMB yang diadakan pada 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, kemudian menghasilkan kesepakatan bahwa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia secara penuh pada 27 Desember 1949.
Suka bermain game? Cek juga https://teckknow.com untuk tahu update game terlengkap 2025!
Dampak Perjanjian Roem-Royen
1. Kemenangan Diplomasi Indonesia
Perjanjian ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu bernegosiasi di tingkat internasional dan mendapatkan dukungan global. Meski berada dalam posisi tertekan secara militer, Indonesia tetap mampu memperjuangkan kemerdekaannya secara bermartabat.
2. Mengakhiri Aksi Militer dan Kekerasan
Roem-Royen menjadi dasar gencatan senjata resmi antara Indonesia dan Belanda, yang meredakan ketegangan di berbagai daerah. Hal ini membuka jalan untuk penyelesaian damai yang lebih komprehensif melalui KMB.
3. Pemulihan Pemerintahan Republik
Dengan dikembalikannya Soekarno dan Hatta ke Yogyakarta, semangat perjuangan rakyat kembali meningkat. Masyarakat Indonesia memandang bahwa perjuangan kemerdekaan masih hidup dan didukung oleh komunitas internasional.
Kritik dan Kontroversi Perjanjian Roem-Royen
Beberapa kelompok di dalam Indonesia, terutama para pejuang gerilya, sempat mengkritik perjanjian ini karena dianggap terlalu lunak terhadap Belanda. Mereka khawatir bahwa menghentikan gerilya tanpa jaminan kedaulatan bisa merugikan perjuangan.
Namun, para pemimpin Republik meyakinkan bahwa langkah diplomatik ini akan membawa hasil nyata dalam waktu dekat, yang terbukti melalui pengakuan kedaulatan akhir tahun itu.
Kesimpulan
Perjanjian Roem-Royen adalah langkah strategis yang mengakhiri konflik bersenjata dan membuka jalan bagi pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Dengan menempuh jalur diplomasi, Indonesia menunjukkan kematangan dalam politik luar negeri dan memperkuat posisinya di dunia internasional.
Meskipun bukan akhir dari perjuangan, perjanjian ini menjadi fondasi penting bagi tercapainya kemerdekaan yang diakui secara de jure, dan menjadi bukti bahwa kekuatan diplomasi bisa sejajar dengan perjuangan fisik dalam merebut kemerdekaan.
Baca juga artikel berikut: Monas Jakarta: Pembangunan Simbol Kebanggaan Nasional